Penobatan Karna Menjadi Raja dari Angga
Kisah Karna Putra Dewa Surya yang di anugerahkan kepada Dewi Kunti
<ins class="adsbygoogle"
style="display:block"
data-ad-format="fluid"
data-ad-layout-key="-fb+5w+4e-db+86"
data-ad-client="ca-pub-2756391701193727"
data-ad-slot="9470846555"></ins>
<script>
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});
</script>
Karna merupakan sosok pahlawan yang memiliki sifat-sifat kompleks. Meskipun berada di pihak antagonis, namun ia terkenal sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kesatria. Sifatnya angkuh, sombong, suka membanggakan diri, namun juga seorang dermawan yang murah hati kepada siapa saja, terutama fakir miskin dan kaum brahmana. Kesaktiannya yang luar biasa membuat namanya terkenal sepanjang masa dan disebut dengan penuh penghormatan.
Sekilas Kisah Nakula Dan Sadewa putra Raja Pandu dengan Ratu Madri
Di ceritakan Kitab Mahabharata,putra Pandawa yang kembar Nakula dan Sadewa memiliki kemampuan istimewa dalam merawat Kuda dan Sapi. Nakula digambarkan sebagai orang yang sangat menghibur hati.
Mereka juga teliti dalam menjalankan tugasnya dan selalu mengawasi sifat jahil kakaknya, Bima, dan bahkan terhadap senda gurau yang terasa serius. Nakula juga memiliki kemahiran dalam memainkan senjata Pedang sedangkan Sadewa Ahli dalam memainkan senjata Kapak.
Ketika para Pandawa mengalami pengasingan di dalam hutan, keempat Pandawa ( Bima ,Arjuna, Nakula,Sadewa) meninggal karena meminum air beracun dari sebuah danau. Ketika sesosok roh gaib memberi kesempatan kepada Yudistira untuk memilih salah satu dari keempat saudaranya untuk dihidupkan kembali, Nakula lah yang dipilih oleh Yudistira untuk hidup kembali. Ini karena Nakula merupakan putra Ibu Madri, dan Sedangkan Yudistira adalah merupakan putra dari Ibu Kunti, Karena ingin bersikap adil terhadap kedua ibu tersebut. Apabila ia memilih Bima atau Arjuna, maka tidak ada lagi putra Madri yang akan melanjutkan keturunan.
Ketika para Pandawa harus menjalani masa penyamaran di Kerajaan Wirata, Nakula menyamar sebagai perawat kuda dengan nama samaran Damagranti. Nakula turut serta dalam Peperangan Di kurusethra, dan memenangkan perang besar tersebut.
Dalam kitab Mahaprasthanikaparwa, yaitu kitab ketujuh belas dari seri Astadasaparwa Mahabharata, disitu diceritakan bahwa Nakula tewas dalam perjalanan ketika para Pandawa hendak mencapai puncak gunung Himalaya. Yang Sebelumnya, Drupadi yang pertama kali tewas dan disusul oleh saudara kembar Nakula yang bernama Sadewa. Ketika Nakula terjerembab ke tanah, Bima bertanya kepada Yudistira perihal alasan kematian Nakula. Yudistira menjawab bahwa Nakula sangat rajin dan senang menjalankan perintah kita. Namun Nakula sangat membanggakan ketampanan yang dimilikinya, dan tidak mau mengalah. Karena sikapnya tersebut, ia hanya hidup sampai di tempat itu. Setelah mendengar penjelasan Yudistira,maka Bima dan Arjuna melanjutkan perjalanan mereka. Mereka meninggalkan jenazah Nakula di sana, tanpa Upacara Pembakaran yang layak, namun arwah Nakula mencapai kedamaian.
Pertemuan Arjuna Dengan Dewa Siwa dalam Pertapaannya.
Sebuah Kitab Wanaparwa meriwayatkan wayatkan kejadian setelah para Pandawa yang dipimpin Yudistira kalah bermain dadu melawan para Kurawa yang dimainkan oleh Duryudana. Sesuai ketentuan permainan tersebut, maka para Pandawa beserta Drupadi sebagai pihak yang Kalah Harus mengasingkan diri ke hutan selama 12 tahun 1 tahun harus bersembunyi dan Kesempatan tersebut dimanfaatkan oleh Arjuna untuk bertapa demi memperoleh kesaktian dalam peperangan melawan para sepupunya. Arjuna memilih lokasi bertapa di gunung Indrakila. Dalam usahanya, ia diuji oleh tujuh Bidadari yang dipimpin oleh Supraba, namun keteguhan hati Arjuna mampu melawan berbagai godaan yang diberikan oleh para bidadari. Para bidadari yang kesal kembali ke kahyangan, dan melaporkan kegagalan mereka kepada Dewa Indra. Dewa Indra kemudian turun di tempat Arjuna bertapa sambil menyamar sebagai seorang Pendeta. Dia menanyakan tujuan Arjuna melakukan tapa di gunung Indrakila. Arjuna menjawab bahwa ia bertapa demi memperoleh kekuatan untuk mengurangi penderitaan rakyat, serta untuk menaklukkan musuh-musuhnya, terutama para Kurawa yang selalu bersikap jahat terhadap para Pandawa. Setelah mendengar penjelasan dari Arjuna, Indra menampakkan wujudnya yang sebenarnya. Dia memberikan anugerah kepada Arjuna berupa senjata sakti.
Setelah mendapat anugerah dari Dewa indra, Arjuna memperkuat tapanya ke hadapan Dewa Siwa. Siwa yang terkesan dengan tapa Arjuna kemudian mengirimkan seekor babi hutan berukuran besar. Ia menyeruduk gunung Indrakila hingga bergetar. Hal tersebut membuat Arjuna terbangun dari tapanya. Karena ia melihat seekor babi hutan sedang mengganggu tapanya, maka ia segera melepaskan anak panahnya untuk membunuh babi tersebut. Di saat yang bersamaan, Dewa siwa datang dan menyamar sebagai pemburu, turut melepaskan anak panah ke arah babi hutan yang dipanah oleh Arjuna. Karena kesaktian dewa, kedua anak panah yang menancap di tubuh babi hutan itu menjadi satu. Pertengkaran hebat terjadi antara Arjuna dan Siwa yang menyamar menjadi pemburu. Mereka sama-sama mengaku telah membunuh babi hutan siluman, namun hanya satu anak panah saja yang menancap, bukan dua. Maka dari itu, Arjuna berpikir bahwa si pemburu telah mengklaim sesuatu yang sebenarnya menjadi hak Arjuna. Setelah adu mulut, mereka berdua berkelahi. Saat Arjuna menujukan serangannya kepada si pemburu, tiba-tiba orang itu menghilang dan metampakkan wujud aslinya sebagai Siwa. Arjuna meminta maaf karena ia telah berani melakukan tantangan. Siwa tidak marah kepada Arjuna, justru sebaliknya ia merasa kagum. Atas keberaniannya, Dewa Siwa memberi anugerah berupa panah sakti bernama Pasupati.
Setelah Arjuna menerima senjata pasupati, Arjuna dijemput oleh para penghuni kahyangan untuk menuju kediaman Dewavindra, raja para dewa. Di sana Arjuna menghabiskan waktu selama beberapa tahun. Di sana pula Arjuna bertemu dengan bidadari Urwasi. Karena Arjuna tidak mau menikahi bidadari Urwasi, maka Urwasi mengutuk Arjuna agar kelak menjadi banci (peran Arjuna sebagai banci diceritakan sebagai dalam buku wiraraparwa). Kutukan itu dimanfaatkan oleh Arjuna pada saat para Pandawa menyelesaikan hukuman pembuangan mereka dalam hutan. Setelah menyelesaikan hukuman pembuangan, Pandawa beserta Drupadi berlindung di kerajaan Wirata. Sesuai dengan perjanjian yang sah sebagai akibat kekalahan saat bermain dadu, maka para Pandawa beserta Drupadi harus hidup dalam penyamaran selama satu tahun. Maka dari itu, para Pandawa beserta Dropadi harus menyembunyikan identitas asli mereka dan hidup sebagai orang lain. Di sana Arjuna menyamar sebagai guru tari yang banci, dengan nama samaran Brihanala.Meskipun demikian, Arjuna telah berhasil membantu putra mahkota kerajaan Wirata, yaitu pangeran Utara, dengan menghalau musuh Dari pasukan Hastinapura yang hendak menyerbu kerajaan Wirata.
Bersambung.......
Kisah pengasingan Arjuna dan pertemuan Dengan Adik Krishna Subadra.
Pada saat Pandawa sedang Akan melakukan sebuah Upacara dalam mengawali pemerintahan kerajaannya Indraprastha, seorang pengawal masuk ke istana dan melapor bahwa kepada Arjuna kalau Sapi sapi yang akan di gunakan dalam sebuah upacara itu di Curi oleh para Ular Taksaka. Arjuna bergegas mengambil senjatanya, namun senjata tersebut disimpan di sebuah kamar Yudistira dan Drupadi yang sedang menikmati malam mereka. Demi kewajibannya, Arjuna Memberanikan diri masuk kamar mengambil senjata, tanpa memedulikan Yudistira dan Dropadi yang sedang bermesraan di kamar. Atas perbuatan tersebut, Arjuna dihukum untuk menjalani pembuangan selama satu tahun.
Pangeran Arjuna menghabiskan masa pengasingannya dengan menjelajahi penjuru Bharatawarsha atau disebut India Kuno. Ketika sampai di Sungai Gangga, Arjuna bertemu dengan Ulupi, putri Naga Korawya dari istana naga atau Nagaloka. Arjuna terpikat dengan kecantikan Ulupi lalu menikah dengannya. Dari hasil perkawinannya, ia dikaruniai seorang putra yang diberi nama Irawan.Setelah itu, ia melanjutkan perjalanannya menuju wilayah pegunungan Himalaya. Setelah mengunjungi sungai-sungai suci yang ada di sana, ia berbelok ke selatan. Ia sampai di sebuah negeri yang bernama Manipura. Raja negeri tersebut bernama Citrasena. Ia memiliki seorang puteri yang sangat cantik bernama Citranggada. Arjuna jatuh cinta kepada putri tersebut dan hendak menikahinya, namun Citrasena mengajukan suatu syarat bahwa apabila putrinya tersebut melahirkan seorang putra, maka anak putrinya tersebut harus menjadi penerus tahta Manipura oleh karena Citrasena tidak memiliki seorang putra. Arjuna menyetujui syarat tersebut. Dari hasil perkawinannya, Arjuna dan Citrānggadā memiliki seorang putra yang diberi nama Babruwahana. Oleh karena Arjuna terikat dengan janjinya terdahulu, maka ia meninggalkan Citrānggadā setelah tinggal selama beberapa bulan di Manipura. Ia tidak mengajak istrinya pergi ke Hastinapura.
Kemudian Arjuna meneruskan perjalanannya menuju arah selatan. Dia sampai di lautan yang telah mengapit Bharatawarsa di sebelah selatan, setelah itu ia berbelok ke utara. Ia berjalan di sepanjang pantai Bharatawarsha bagian barat. Dalam pengembaraannya, Arjuna sampai di pantai Prabasa (Prabasatirta) yang terletak di dekat Kerajaan Dwaraka, yang kini dikenal sebagai Gujarat. Di sana ia menyamar sebagai seorang pertapa untuk mendekati adik Krishna yang bernama Subadra, tanpa diketahui oleh siapa pun. Atas perhatian dari Balarama, Arjuna mendapat tempat peristirahatan yang layak di taman Subadra. Meskipun rencana untuk membiarkan dua pemuda tersebut tinggal bersama ditentang oleh Kresna, namun Baladewa meyakinkan bahwa peristiwa buruk tidak akan terjadi. Arjuna tinggal selama beberapa bulan di Dwaraka, dan Subadra telah melayani semua kebutuhannya selama itu. Ketika saat yang tepat tiba, Arjuna menyatakan perasaan cintanya kepada Subadra. Pernyataan itu disambut oleh Subadra. Dengan kereta yang sudah disiapkan oleh Kresna, mereka pergi ke Indraprastha untuk melangsungkan pernikahan.
Balarama marah setelah mendengar kabar bahwa Subadra telah kabur bersama Arjuna. Krishna meyakinkan bahwa Subadra pergi atas kemauannya sendiri, dan Subadra sendiri yang mengemudikan kereta menuju kerajaan indraprastha, bukan Arjuna. Krishna juga mengingatkan Balarama bahwa dulu ia menolak untuk membiarkan kedua pasangan tersebut tinggal bersama, namun usulnya ditentang oleh Balarama. Setelah Balarama sadar, ia membuat keputusan untuk menyelenggarakan upacara pernikahan yang mewah bagi Arjuna dan Subadra di Indraprastha. Ia juga mengajak kaum Yadawa untuk turut hadir di pesta pernikahan Arjuna-Subadra. Setelah pesta pernikahan berlangsung, kaum Yadawa tinggal di Indraprastha selama beberapa hari, lalu pulang kembali ke Kerajaan Dwaraka, namun Kresna tidak turut serta.
Bersambung.....
Kisah Arjuna Mendapatkan Drupadi dalam sebuah sayembara.
Cerita Kisah Arjuna (Pandawa)
Dewi Kunti istri pertama Raja Pandu menerima anugerah dari seorang Resi Durwasa sebuah Mantra yang mampu memanggil Dewa sesuai dengan yang diharapkannya, dan juga dapat memperoleh anugerah dari dewa yang dipanggilnya. Raja Pandu dan Kunti menggunakan anugerah tersebut untuk memanggil Dewa Yama(Dewa indra) yang kemudian memberi mereka putra. Arjuna merupakan putra ketiga, lahir dari Indra, pemimpin para Dewa. Ia lahir di lereng gunung Hilmawan, di sebuah tempat yang disebut Satsringa pada hari saat bintang Utara Phalguna tampak di Zenith.
Masa muda
Arjuna dan Saudaranya Berguru pada Dronacarya, sang Guru menguji kemampuan memanah murid-muridnya. Ilustrasi dari Mahabharata terbitan Gorakhpur Geeta Press.
Pangeran Arjuna dididik Oleh Guru Drona bersama dengan saudara-saudaranya yang lain (para Pandawa dan Kurawa). Kemahirannya dalam ilmu memanah sudah tampak sejak kecil. Pada usia muda ia mendapat gelar Maharathi atau "kesatria terkemuka". Dalam suatu ujian, Drona meletakkan burung kayu pada pohon, lalu menyuruh muridnya satu-persatu untuk membidik burung tersebut, kemudian menanyakan apa saja yang sudah mereka lihat. Banyak murid yang menjawab bahwa mereka melihat pohon, cabang, ranting, dan segala sesuatu yang dekat dengan burung tersebut, termasuk burung itu sendiri. Ketika tiba giliran Arjuna untuk membidik, Drona menanyakan apa yang dilihatnya. Arjuna menjawab bahwa ia hanya melihat burung saja, tidak melihat benda yang lainnya. Hal itu membuat Drona kagum dan meyakinkannya bahwa Arjuna sudah pintar.
Suatu hari, ketika Guru Drona sedang mandi dan Ritual di dalam Sungai Gangga, seekor Buaya datang mengigitnya. Drona dapat membebaskan dirinya dengan mudah, namun karena ingin menguji keberanian murid-muridnya maka ia berteriak meminta tolong. Di antara murid-muridnya, hanya Arjuna yang datang memberi pertolongan. Dengan panahnya, ia membunuh buaya yang menggigit gurunya. Atas pengabdian Arjuna, Guru Drona memberikan sebuah Astra yang bernama Brahmasirsa. Drona juga mengajarkan kepada Arjuna tentang cara memanggil dan menarik astratersebut. Menurut dalam sebuah Kisah cerita Mahabharata ,Brahmasirsa hanya dapat ditujukan kepada Dewa, Raksasa, setan jahat, dan makhluk sakti yang berbuat jahat, agar dampaknya tidak berbahaya.
Bersambung......
Kisah Pangeran Bima Putra Ke 2 Raja pandu
Bima adalah berarti kuat, pada masa kecilnya tidak ada tandingannya di antara anak-anak sebayanya. Kekuatan tersebut sering dipakai untuk menjahili para sepupunya, yaitu Kurawa.
Duryudana( Kurawa) sangat benci dengan sikap Bima yang selalu jahil. Kebencian tersebut berkembang menjadi niat untuk membunuh Bima.Pada suatu hari para Kurawa serta pandawa pergi bertamasya di daerah Sungai Gangga, Duryudana menyuguhkan makanan dan minuman kepada Bima, yang sebelumnya sudah dicampur dengan Racun. Karena Bima tidak curiga, ia menyantap makanan tersebut. Makanan tersebut membuat Bima jatuh pingsan, lalu tubuhnya diikat kuat-kuat oleh Duryodana dengan menggunakan tanaman menjalar, setelah itu dihanyutkan ke sungai Gangga dengan rakit. Saat rakit yang membawa Bima sampai di tengah sungai, ular-ular yang hidup di sekitar sungai tersebut mematuk badan Bima. Secara ajaib, bisa ular tersebut berubah menjadi penangkal bagi racun yang dimakan Bima. Ketika sadar, Bima langsung melepaskan ikatan tanaman menjalar yang melilit tubuhnya, lalu ia membunuh ular-ular yang menggigit badannya. Beberapa ular menyelamatkan diri untuk menemui rajanya, yaitu Antaboga (Naga Basuki). Saat Antaboga mendengar kabar bahwa putra Pandu yang bernama Bima telah membunuh anak buahnya, ia segera menyambut Bima dan memberinya minuman, yang semangkuknya memiliki kekuatan setara dengan sepuluh gajah.
Bima meminumnya tujuh mangkuk, sehingga tubuhnya menjadi sangat kuat, setara dengan tujuh puluh gajah. Bima tinggal di istana Naga Basuki selama delapan hari, dan setelah itu ia pulang.
Ketika saat Remaja, Bima dan ke 4 saudara-saudaranya dididik dan dilatih dalam bidang militer oleh Guru Drona. Dalam mempelajari senjata, Bima lebih memusatkan perhatiannya untuk menguasai ilmu menggunakan Gada, Begitu juga dengan Duryudana. Mereka berdua menjadi murid Balarama, yaitu saudara Khrisna yang mahir dalam menggunakan senjata gada. Dibandingkan dengan Bima, Baladewa lebih menyayangi Duryodana, dan Duryodana juga setia kepada Baladewa.
Peran Bima Dalam perang Baratayudha.
________________________________________
Di dalam Perang Baratayudha Di wilayah Kurusetra, Bima berperan sebagai komandan tentara Pandawa. Ia berperang dengan menggunakan senjata Gada. Bima juga yang telah Membunuh 98 saudara Duryudana dan meminum darah Dursasana adik kesayangan Duryudana.
Pada hari terakhir Bima Berperang melawan Duryudana, Bima berkelahi melawan Pangeran Duryudana dengan menggunakan senjata gada. Pertarungan berlangsung dengan sengit dan lama, sampai akhirnya Khrisna mengingatkan Bima bahwa ia telah bersumpah akan mematahkan paha Duryodana. Seketika Bima mengayunkan gadanya ke arah paha Duryodana. Setelah pahanya diremukkan, Duryodana jatuh ke tanah, dan beberapa lama kemudian ia mati. Balarama marah hingga ingin membunuh Bima, namun ditenangkan Kresna karena Bima hanya ingin menjalankan sumpahnya.
Hanya ini Ringkasan cerita tentang Pangeran Bima yang bisa kami tulis,kalau ada salah dan perbedaan cerita harap maklum, terima kasih
Kisah Pandawa Prabu Yudistira
Yudistira adalah putra tertua pasangan Raja Pandu dan Ratu Kunti, raja dan ratu dari kalangan Dinasti Kuru, Kerajaan Kurusetra dengan pusat pemerintahan di Hastinapura.
Kitab Mahabharata bagian pertama mengisahkan tentang kutukan yang dialami Pandu pada saat berburu Rusa, Raja Pandu saat itu melihat 2 Rusa kemudian Raja pandu memanah Rusa itu dan Rusa itu tergeletak, setelah itu Raja pandu mendatangi Rusa itu tapi ternyata Rusa yang di panah tadi jelmaan dari Resi Kindama, Raja Pandu kaget dan Meminta Maaf kepada sang Resi, tapi istri sang Resi tidak Terima dan sangat Marah , Raja Pandu hanya diam saja, Menjelang ajalnya tiba, Resi Kindama mengutuk Raja Pandu bahwa kelak ia akan mati ketika bersetubuh dengan istrinya. Dengan penuh penyesalan, Pandu meninggalkan takhta Hastinapura dan memulai hidup sebagai pertapa di hutan untuk mengurangi hawa nafsu. Kedua istrinya, yaitu Kunti dan Madri dengan setia mengikutinya.
Setelah lama tidak dikaruniai keturunan, Pandu mengutarakan niatnya untuk memiliki anak. Kunti yang saat itu telah menguasai Mantra Adityahredaya segera mewujudkan keinginan suaminya. Mantra tersebut adalah sebuah Mantra yang khusus untuk memanggil Dewa untuk mendapatkan putera. Dengan menggunakan mantra itu, Kunti berhasil mendatangkan Dewa Dharma dan mendapatkan anugerah putra darinya tanpa melalui hubungan intim. Putra pertama itu diberi nama Yudistira. Dengan demikian, Yudistira menjadi putra sulung Raja Pandu, sebagai hasil pemberian Dharma, yaitu dewa keadilan dan kebijaksanaan.
Cukup sekian sekilas cerita Raja Yudistira, Putra Pertama Raja pandu yang mewarisi tahta kerajaan Hastinapura.. Mohon maaf kalau ada salah dan kekurangan. Terima kasih
Mahabharata: Pernikahan Raja Santanu Dengan Dewi Gangga
Mahabharata: Cerita Tentang Raja Santanu, Prabu Santanu
Kematian Bisma di Tangan Srikandi (Dewi Amba) dan Para Pandawa.
Dewi Amba menitis kepada Srikandi yang akan membunuh Bisma dalam perang Bharatayuddha. Lahirlah Srikandi anak Raja Drupada dari kerajaan Panchala yang merupakan reinkarnasi dari Amba. Meskipun ia seorang wanita tetapi ia terampil dalam ilmu keprajuritan terutama ilmu memanah yang diajarkan Arjuna kepadanya. Srikandilah yang bersedia mengambil dan memakai kalung bunga Dewa Sangkara, dan itu berarti ia lah yang akan menjadi penyebab gugurnya Bisma.
Demi janjinya membela kerajaan Astina, Bisma tampil saat perang Baratayudha, Bisma menjadi panglima Kurawa, sebab ia menepati janjinya akan melindungi Astina siapapun yang menjadi Rajanya. Walau di dalam hatinya Bisma tidak pernah setuju pada perbuatan dan tindakan para Kurawa.
Pada perang kresna yang sudah kehabisan akal menantang Bhisma. Kresna menunjukkan Amarahnya kepada Bhisma lalu Krishna mengatakan kalau dirinya bukan Manusia tapi seorang Dewa yang Utama dan menasihati Bisma tentang kewajiban dan kebenaran lalu Bisma pun sadar,setelah itu Bhisma tersenyum. Kemudian Bhisma menyadari di tangan Pandawa dan penerusnya, Astina akan mendapatkan kejayaan. Bhisma mengakui, anaknya Drstharastra sebagai seorang yang tidak pantas menjadi raja. Bhisma juga menyadari bahwa dia jugalah yang menjadi hambatan besar bagi Pandawa untuk meraih kemenangan. Selain itu Bhisma juga terpengaruh oleh pernyataan Kresna yang menyatakan selama ini Bhisma tidak adil dengan menjadi pelindung Kurawa dan melalaikan Pandawa. Resi Bhisma dinilai tidak membela sama sekali saat Pandawa terusir dari negerinya, juga saat Dewi Drupadi, istri Yudistira mendapat penghinaan dari orang-orang Kurawa. Resi Bhisma terus berdalih bahwa dia selama ini tinggal di padepokannya yang jauh dari Astina Pura. Tetapi dalam hatinya mengakui bahwa dia telah menelantarkan para Pandawa. Akhrinya, Bhisma memberi petunjuk bahwa dia pantang menyerang seorang perempuan, maka tampilkanlah seorang perempuan untuk melawannya dan menjadi perisai bagi Arjuna.
Esok Harinya, hari ke-10 Bharatayuda, Kresna menampilkan Srikandi, Pertimbangannya, Srikandi sangat mahir menggunakan panah. Kutukan Amba akhirnya memang menjadi kenyataan, saat perang akbar di Kurusetra, Srikandi turut terjun ke medan laga. Ketika Srikandi berhadapan Dengan Bisma, Bisma pun teringat, waktu memandang Dewi Srikandhi, seperti berhadapan dengan Dewi Amba. Ketika menatap dekat Srikandi,Bhisma menyadari sepenuhnya, Srikandi adalah titisan Dewi Amba, di mata Bhisma sekejap yang terlihat adalah wajah Dewi Amba seutuhnya. Dia melihat jiwa Dewi Amba berada pada raga Srikandi, pada saat itulah ia menyadari bahwa waktunya telah tiba, Amba telah datang menjemputnya.
Pada saat Dewi Srikandi Berhadapan dengan Bisma, Bisma pun meletakkan Senjatanya, lalu Dewi Srikandi segera memanah Resi Bisma, panahpun dengan cepat melesat kearah Resi Bisma.
Para pandawa pun melesatkan panahnya dan Arjuna melayangkan serbuan anak panah lagi disertai dengan kekuatan agar cepat mengenai dada Resi Bisma. Dengan seketika hujan panah itu begitu ajaibnya langsung tertancap di dada Resi Bisma, seolah pertanda sumpahnya telah tercabut, tubuh Bisma pun jatuh ke bumi di Tegal Kurusetra. Bisma merasakan bahwa inilah saatnya ia terlepas dari tanggung jawab sumpahnya sendiri dan ia bisa menjalin cintanya yang sempat tertunda di kehidupan selanjutnya.
Tubuh Resi Bhisma pun dipenuhi oleh anak panah. Tubuhnya tidak menyentuh tanah karena tersangga oleh panah-panah yang menancap, hanya kepalanya yang tidak terkena anak panah, menjuntai. Melihat Resi Bhisma roboh, peperangan mendadak terhenti. Arjuna melompat dari keretanya dengan menangis menghampiri Resi Bhisma.
Bhisma tidak segera mati. Karena Dia mempunyai kesaktian untuk menentukan hari matinya. Pandawa, Kurawa serta para pini sepuh mendatangi Resi Bhisma. Resi Bhisma berkata bahwa dia butuh bantal untuk menyangga kepalanya. Suyudana segera menyuruh para Kurawa mengambil bantal yang empuk dan indah, berupa tilam bersulam emas dari Istana Astina. Tapi Resi Bhisma menolaknya seraya memanggil Arjuna. Arjuna mengerti maksudnya, dia segera melepaskan tiga buah anak panah yang menancap di tanah sedemikian rupa yang membentuk penyangga kepala Resi Bhisma. Sedangkan Werkudara memberikan perisai-perisai perajurit yang telah gugur untuk menyelimuti Resi Bisma. Pandawa juga membuatkan penutup kelambu untuk menghormati Resi Bisma. Kemudian Resi Bhisma meminta minum. Duryudana segera menyuruh para Kurawa menyediakan minuman buah-buahan yang lezat. Resi Bhisma kembali menolaknya dan meminta Arjuna menyediakan minuman baginya. Arjuna mengambil satu anak panah lagi dan dengan mantranya panah itu dilepas ke tanah yang dari tempatnya menancap muncullah semburan air yang menyiram muka Resi Bhisma. Setelah terpuaskan dahaganya, semburan air itu pun berhenti. Resi Bhisma berkata bahwa dia ingin menyaksikan Bharatayuda sampai akhir. Medan pertempuran pun digeser agar tidak mengganggu Resi Bhisma. Bharatayuda dilanjutkan.
Setelah delapan belas hari Pandawa muncul sebagai pemenangnya. Pandawa kembali mengunjungi Bhisma, bersama ibu mereka, Dewi Kunti Nalibrata. Sebelum meninggal Bhisma berpesan kepada Yudistira untuk tidak mengesampingkan kepentingan negara demi kepentingan lainnya. Bahkan meskipun itu demi kepentingan suatu sumpah yang suci.
Bisma mendapatkan Kutukan Dari Dewi Amba seorang Wanita yang di Cintanya
Berawal Bisma mengikuti sayembara di Kerajaan Kasi untuk mendapatkan 3 Putri dari Kerajaan itu untuk dijadikan sebagai permaisuri bagi adik tirinya, Wicitrawirya, raja Hastinapura. 3 putri tersebut adalah Dewi Amba, Dewi Ambika, dan Dewi Ambalika.
Karena Sudah menjadi tradisi, bahwa kerajaan Kasi akan memberikan putrinya kepada pangeran keturunan Kuru. Tapi, saat Wicitrawirya mewarisi takhta Hastinapura, tradisi itu tidak dilakukan. Kerajaan Kasi mengadakan sayembara untuk menemukan jodoh para puterinya. Bisma kemudian datang mengikuti sayembara itu, dan ia berhasil mengalahkan semua peserta yang ikut sayembara, termasuk Raja Salwa, yang sebenarnya sudah dipilih Amba untuk menjadi suaminya. Namun hal itu tidak diketahui Bisma, dan Amba pun tidak berani untuk mengatakannya.
Kemudian Dewi Amba dibawa ke Hastinapura bersama Ambika dan Ambalika untuk dinikahkan kepada Wicitrawirya. Ambika dan Ambalika akhirnya menikah dengan Wicitrawirya, namun tidak dengan Amba. Hatinya sudah tertambat kepada Salwa, dan ia pun mejelaskan bahwa sebenarnya ia sudah memilih Salwa untuk menjadi suaminya. Wicitrawirya merasa bahwa tidak baik menikah dengan wanita yang sudah terlanjur mencintai orang lain, dan ia akhirnya mengizinkan Amba untuk pergi menghadap Salwa.
Kemudian Amba pergi menghadap Salwa, namun apa yang ia dapatkan ternyata tidak sama dengan yang menjadi harapannya. Salwa menolaknya, karena ia enggan menikahi wanita yang telah direbut darinya. Salwa merasa, Bisma lah yang pantas menikah dengan Amba, karena Bisma yang telah mengalahkan dirinya.Dengan rasa malu dan kecewa, Amba kembali ke Hastinapura untuk menikah dengan Bisma. Namun Bisma juga menolaknya, karena Bisma telah berjanji bahwa ia tidak akan menikah seumur hidup. Hidup Amba akhirnya terkatung-katung di hutan, dalam hatinya timbul kebencian terhadap Bisma, orang yang telah memisahkannya dari Salwa dan membuat hidupnya menjadi tidak jelas.
________________________________________
Berikut percakapan Dewi Amba ketika Mendatangi Bisma:
"Mengapa kau mengikuti sayembara kerajaan jika kau tak mau menikah bersamaku?", tanya Dewi Amba.
"Aku mengikuti sayembara untuk adik tiriku, karena kau akan jadi permaisurinya", jawab Bisma.
"Tapi aku hanya mencintaimu dan ingin hidup bersamamu Bisma" Dewi Amba bersikeras atas perasaan hatinya.
"Amba, Maafkanlah aku..., aku tidak mungkin bersamamu dan menikahimu, aku telah bersumpah Brahmacahya, tak akan ingkar sumpahku demi Kerajaan Astina, aku tak akan menikah hingga aku mati" jawab Bisma.
_________________________________________
*Pada saat Dewi Amba dalam hutan, Dewi Amba bertemu dengan Resi Hotrawahana, kakeknya. Amba menceritakan apa yang terjadi pada dirinya. Setelah mendengar masalah sang cucu, resi Hotrawahana meminta bantuan Rama Bargawa atau Parasurama, guru Bisma untuk membujuk Bisma agar menikah dengan Amba.Namun, bujukan Parasurama juga terus ditolak oleh Bisma, hingga sang guru marah dan menantang untuk bertarung. Pertarungan antara guru dan murid itu berlangsung sengit, dan baru diakhiri setelah para dewa menengahi permasalah tersebut.
Dewi Amba pun pergi berkelana dan bertapa memuja para dewa, memohon agar bisa melihat Bisma mati. Sangmuka, putera dewa Sangkara, muncul dan memberi kalung bunga kepada Amba. Ia berkata, bahwa orang yang memakai kalung bunga tersebut yang akan menjadi pembunuh Bisma.saat mendapat kalung bunga dari Sangmuka, Amba berkelana mencari ksatria yang bersedia memakai kalung bunganya. Tidak ada seorang pun yang mau memakai kalung bunga tersebut meskipun itu pemberian dewa, jika mengetahui lawannya adalah Bisma. Begitu juga dengan Drupada, raja kerajaan Panchala, ia juga takut jika harus melawan Bisma. Amba mencapai puncak kemarahannya dan melemparkan kalung bunga itu ke tiang balai pertemuan Raja Drupada.
Dengan penuh rasa kebencian, Amba melakukan tapa, dalam pikirannya, ia hanya ingin melihat Bisma mati. Melihat ketekunan Amba, Dewa Sangkara muncul dan berkata bahwa Amba akan bereinkarnasi sebagai pembunuh Bisma. Setelah mendengar pemberitahuan sang dewa, Amba membuat api unggun, lalu membakar dirinya sendiri.
Kisah perjalanan Hidup Bisma (Dewabrata)
Bisma merupakan putra dari Prabu Sentanu, Raja Astina dengan Dewi Gangga, nama aslinya sejak kecil adalah Dewabrata yang berarti keturunan Bharata yang luhur.
Bisma merupakan seorang Resi yang sakti, berwatak satria, dapat dipercaya, sabar, serta pemberani. Dimana sebenarnya ia berhak atas tahta Astina akan tetapi karena keinginan yang luhur dari dirinya demi menghindari perpecahan dalam negara Astina, ia rela tidak menjadi raja.
Bisma merupakan kakek dari Pandawa maupun Korawa. Semasa muda ia bernama Dewabrata, namun berganti nama menjadi Bisma semenjak ia bersumpah bahwa tidak akan menikah seumur hidup. Bisma ahli dalam segala modus peperangan dan sangat disegani oleh Pandawa dan Korawa.
Pada saat dia lahir, ibunya moksa ke alam baka meninggalkan Dewabrata yang masih bayi. Ayahnya prabu Santanu kemudian mencari wanita yang bersedia menyusui Dewabrata hingga ke negara Wirata bertemu dengan Dewi Durgandini atau Dewi Satyawati, istri Parasara yang telah berputra Resi Wyasa/Byasa, yang ditemuinya di dekat Sungai Yamuna. Setelah Durgandini bercerai, ia dijadikan permaisuri Prabu Santanu dan melahirkan Citrānggada dan Wicitrawirya, yang menjadi saudara Bisma seayah lain ibu.
Sebagai seorang anak yang berbakti Dewabhrata bersedia melepaskan mahkota kerajaan untuk adiknya nanti. Tetapi Prabu Santanu mengkhawatirkan akan terjadi pertentangan antara keturunan Dewabhrata dengan keturunan raja (adik tirinya) dan menimbulkan pertumpahan darah. Karena cintanya kepada kerajaan dan Ayahnya, Dewabrata bersumpah untuk tidak menikah hingga akhir hayatnya mati. Sumpah ini dikenal dengan sumpah Brahmacahya. Gemparlah seluruh jagad raya, dan sejak saat itu ia dikenal dengan nama Bisma yang berarti 'menggemparkan'. Suatu sumpah yang kelak akan disesalinya sendiri. Bukan karena harus hidup membujang, tapi karena justru keturunan Dewi Setyawati sendiri yang menyeret Astina pada suatu perang saudara yang besar, Bharatayuda. Atas ketulusannya ini, Prabu Santanu menganugrahi Dewabhrata suatu mantra, 'Aji Swacandomarono' yaitu aji mantra dimana ia bisa mati hanya atas kemauannya sendiri dengan memilih sendiri hari kematiannya.
Bersambung..........
Mohon maaf kalau ada sebuah kesalahan dalam hal sejarah yang saya tulis, baik sebuah kesalahan kata atau perbedaan sebuah sumber sejarah.
Pernikahan Raja Santanu Dengan Dewi Setyawati
Pada waktu Prabu Santanu mendengar Berita dari orang orang Kerajaan bahwa di sekitar Sungai Yamuna Tersebar bau yang sangat harum semerbak. Dengan rasa penasaran Prabu Santanu datang ke Sungai Yamuna. Ia menemukan sumber bau harum tersebut dari seorang gadis desa, bernama Gandawati (lebih dikenal sebagai Setyawat. Gadis tersebut sangat elok parasnya dan harum tubuhnya. Prabu Santanu jatuh cinta dan punya Hasrat ingin melamar gadis tersebut. Ayah gadis tersebut bernama Dasabala.
Ketika Sang Raja melamar gadis tersebut, orang tuanya mengajukan syarat bahwa jika Gandhawati (Satyawati) menjadi permaisuri Prabu Santanu, ia harus diperlakukan sesuai dengan Dharma dan keturunan Gandhawati-lah yang harus menjadi penerus tahta. Mendengar syarat tersebut, Sang Raja pulang dengan kecewa dan menahan sakit hati. Ia menjadi jatuh sakit karena terus memikirkan gadis pujaannya yang sangat di cintanya.
Ketika melihat Prabu Santanu jatuh sakit, Dewabrata menyelidikinya. Ia bertanya pada seorang kusir yang mengantarkan ayahnya jalan-jalan. Dari sana ia memperoleh informasi bahwa ayahnya jatuh cinta kepada seorang gadis. Akhirnya, ia berangkat ke Sungai Yamuna. Ia mewakili ayahnya untuk melamar puteri Dasabala, yaitu Gandhawati, yang sangat diinginkan ayahnya. Ia menuruti segala persyaratan yang diajukan Dasabala. Ia juga bersumpah tidak akan menikah seumur hidup dan tidak akan meneruskan tahta keturunan kerajaan Kuru agar kelak tidak terjadi perebutan kekuasan antara keturunannya dengan keturunan Gandawati. Sumpahnya disaksikan oleh para Dewa dan semenjak saat itu, namanya berubah menjadi Bisma. Akhirnya Prabu Santanu dan Dewi Gandhawati menikah lalu memiliki dua orang putra bernama Citrawirya dan wicitrawirya
Kemudian Raja Santanu menikahkan anaknya wicitrawirya dengan citranggada, kemudian Setelah menikahkan citrangada dan wicitrawirya,Prabu Santanu turun tahta menjadi pertapa, dan digantikan anaknya. Sayang kedua anaknya kemudian meninggal secara berurutan, sehingga tahta kerajaan Astina dan janda Citrānggada dan Wicitrawirya diserahkan pada Byasa, putra Durgandini dari suami pertama. Byasa-lah yang kemudian menurunkan anak yang bernama Pandu dan Dretarastra, orangtua Pandawa dan Korawa.
Raja Santanu Bertemu dengan Bisma(Dewabrata) Anak Kandungnya
PERTEMUAN RAJA SANTANU DENGAN BISMA ANAK KANDUNGNYA
Ketika Prabu Santanu yang sedang bosan di dalam Kerajaan,Raja Santanu jalan-jalan ke tepi Sungai Gangga. Di sana ia melihat seorang putra yang sangat kuat,dan mampu membendung air sungai Gangga menggunakan ratusan anak panah. Dan ketika itu juga ibunya (Dewi Gangga) muncul mendatangi Raja Santanu dan kemudian menjelaskan asal usul anak tersebut, Prabu Santanu sangat gembira, karena mengetahui kalau itu adalah putranya yang dibawa pergi semenjak lahir, setelah itu Raja santanu telah kembali dengan membawa Anaknya ke Kerajaan Hastinapura. Oleh Santanu, anak tersebut diberi nama Dewabrata.
Akhir cerita Dewabrata tumbuh menjadi putera yang berbakti kepada orang tua dan memiliki jiwa ksatria tinggi. Ia bahkan dicalonkan sebagai penerus tahta Hastinapura.
Pernikahan Raja Santanu Dengan Dewi Gangga
Pada saat Prabu Santanu berburu ke tepi Sungai Gangga, ia bertemu dengan Seorang Wanita yang sangat cantik dan tubuhnya sangat indah.Karena terpikat oleh kecantikannya, Prabu Santanu merasa jatuh cinta. Dewi Gangga pun bersedia menjadi permaisurinya dengan syarat bahwa apapun yang ia lakukan terhadap anaknya, Prabu Santanu tidak boleh melarangnya. Jika Prabu Santanu melanggar janjinya, maka Dewi Gangga akan meninggalkannya. Karena perasaan cinta yang meluap-luap, maka syarat tersebut dipenuhi.
Setelah PRABU SANTANU DENGAN DEWI GANGGA Menikah, Dewi Gangga pun mengandung putranya yang pertama. Namun tak lama setelah anak tersebut lahir, ibunya segera menenggelamkannya ke sungai Gangga. Begitu pula pada para puternya yang selanjutnya, semua mengalami nasib yang sama. Sang raja mengetahui hal tersebut karena selalu membuntuti istrinya, namun ia tak kuasa mencegah karena terikat akan janji pernikahannya. Ketika Sang Dewi mengandung putranya yang kedelapan, Prabu Santanu tak tahan lagi. Lalu ia menghentikan perbuatan permaisurinya yang ia anggap sebagai perbuatan biadab dan tidak berperikemanusiaan.
Dewi Gangga menghentikan perbuatannya lalu menjelaskan bahwa putra-putra yang ia lahirkan merupakan Ringkarnasi dari Antasbasu atau delapan Wasu. Tindakannya menenggelamkan bayi-bayi tersebut adalah untuk melepaskan jiwa mereka agar mencapai Surga, kediaman para Wasu. Konon, delapan Wasu tersebut pernah mencuri Lembu sakti milik Resi Wesista. Karena ketahuan, mereka dikutuk oleh Resi Wasista supaya kekuatan Dewata mereka hilang dan menjelma sebagai manusia. Salah satu dari delapan Wasu tersebut bernama PRABATA yang merupakan pemimpin daripada rencana pencurian tersebut. Karena ia merupakan pelaku utama dan ketujuh Wasu lainnya hanya ikut membantu, maka Prabata yang menjelma paling lama sebagai manusia. Kelak Prabata menjelma sebagai seorang
manusia sakti yang bernama DEWABRATA. Setelah menjelaskan hal tersebut kepada Prabu Santanu, Dewi Gangga yang masih mengandung lenyap di SUNGAI GANGGA.